Kamis, 16 Mei 2013

Corak Pantun Aneka Bahasa Bakumpai



Pantun Aneka Corak Bahasa Bakumpai. Bakumpai, sebagaimana disebutkan dalam artikel silsilah orang bakumpai bahwa ia adalah salah satu suku Dayak atau lebih khususnya sub rumpun suku Dayak Ngaju, ternyata juga memiliki budaya Pantun. Hal ini sangat dimungkinkan, karena suku Bakumpai bergaul dan mendapatkan pengaruh dari kebudayaan-kebudayaan lain seperti Melayu, sehingga Pantun tidak lepas dari kehidupan Bakumpai.

Pantun itu sendiri yang disebutkan dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti "petuntun". Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.

Pantun memiliki berbagai macam corak, ada corak pantun adat, pantun agama, pantun budi, pantun jenaka, pantun kepahlawanan, pantun kias, pantun nasehat, pantun berkaitan dengan cinta, pantun peribahasa, pantun perpisahan, dan termasuk pula pantun teka-teki.

Pantun tersebut adalah :


Isi Pantun
Terjemah
buayi mahalaw si penda jamban,
jida bahanyi si lauk tapah,
tanayi balawu handak kuman,
mambuka panci nasi e lepah,
Buaya lewat di bawah jamban
Tidak berani ikan tapah
Perut lapar mau makan
Membuka panci nasinya habis
dawen sarai mangat iluntuh,
sarai babasi hurung bamburep,
nasib melai si wadah uluh,
mangat kia si lebun arep,
Daun sarai enak direbus
Sarai yang basi dikerumuni ….
Nasib tinggal di tempat orang
Lebih nyaman di kampung sendiri
pun uwei iyawi nyiru,
nyiru hayi imbit kan tana,
kueh atei jida taharu,
awi tahi jida hasupa,
Rotan dijalin menjadi suatu wadah
Wadah yang besar tsb di bawa ke sawah
Mana hati sudah rindu
Karena sudah lama tidak ketemu
pasang pasuran buah kakapar,
mamasang lukah si sungei barito, 
jida katawan kisah jida katawan habar,
mudahan samandeah sehat selalu,
Memasang jebakan ikan, dapat ikan kakapar
Memasang jebakan ikan di sungai barito
Tidak tahu kisah maka tidak tahu kabar
Semoga semua sehat selalu
pun kustela inyarang sangkalap,
inyarang e kia si pun salak ,
ulun jida maalang bahalap,
tapi maalang labih si akhlak.,
Pohon ketela diserang binatang…
Diserangnya juga pohon salak
Saya bukan melihat/mencari yang cantik
Tetapi melihat/mencari yang berakhlak
mawi talatap si danum dehes,
bagus injarat pakai uwei,
rupa bahalap kawa imoles,
akhlak bagus taimbit matei.,
Membuat … di air yang deras
Sangat baik diikat dengan rotan
Rupa yang cantik bisa dipoles
Tapi akhlak yang baiklah untuk dibawa mati
tulak malunta buli mamantat, 
are kulian si lauk haruan,
sakian lama ulun mangabuat,
do'akan duan ji kilau harapan.,
Pergi mencari ikan, pulang menyadap karet
Banyak memperoleh ikan gabus
Sekian lama hidup sendiri
Mohon doakan mendapatkan sesuai harapan
bua tarap jadi batue,
manjatu kan liwa tagintas dawen,
ela baharap mansawe due,
mun hasupa bawi gin mahamen
Buah tarap sudah matang
Jatuh ke bawah terlindas daun
Jangan berharap beristeri dua
Kalau ketemu saja sudah malu
auh habar jida bamasak,
ansep inggite kan hunjun papaken,
auh habar jida handak,
paalang mate jida kan beken
Ujar kabar tidak memasak
Asap dilihat ke atas pohon buah papaken
Ujar kabar tidak tertarik
Tapi pandangan tidak ke lain
humbang, manutuh humbang,
imbit maneser kan sungei keruh,
sayang, sungguh sayang,
bawi inser jadi ayun uluh
Bambu, memotong bambu
Dibawa menyelam ke sungai yang keruh
Sayang, sungguh disayang
Perempuan yang diinginkan sudah milik orang
bua manggis si hunjun pahe,
manggis bahandang mangat ingkeme,
mate manangis atei kapehe,
mahiris bawang tasayat lenge,
Buah manggis di atas ….
Buah manggis yang merah, nyaman dirasa
Mata menangis hati sakit/tersiksa
Meracik bawang tersayat jari
rapun inutuh si humbang balu,
rabung inampa iyawi bubur ,
pantun jituh sahibar halulu,
mudahan kawa maawi tahibur.,
Kerimbunan daun bambu dipotong
Rebung dibikin bubur
Pantun ini sekedar canda ria
Semoga dapat menghibur

STOP BULLYING DI SEKOLAH !



Maraknya kasus kekerasan di sekolah makin membuat kita mengelus dada. Banyak kasus berawal dari hal sepele, seperti mengejek. Nah, apa dan bagaimana mengantisipasi tindakan yang kerap disebut bullying ini?

Beberapa hari terakhir ini, berbagai media massa riuh rendah memberitakan kasus kekerasan yang menimpa Muhammad Fadil Sirath, siswa kelas X SMA 34 (kelas 1 SMA), Pondok Labu, Jakarta Selatan. Fadhil menderita retak tangan kanan akibat dianiaya para senior di sekolahnya. Pemicunya adalah soal senioritas yang konon sudah menjadi tradisi di sekolah.

Untunglah, kasus ini segera ditangani polisi. Alhasil, para pelaku diamankan petugas. Kegiatan yang awalnya hanya ajang main-main pun tumbuh menjadi bibit kekerasan dan bisa berujung sel tahanan bagi para pelakunya. Sementara si korban, mengalami trauma mendalam. Bagaimana ini bisa terjadi ?

BERAWAL DARI LEDEKAN

“Kekerasan di sekolah berawal dari bullying,” tegas Diena Haryana, Ketua Yayasan Semai Jiwa Amini (SEJIWA), yayasan yang concern pada bidang pendidikan. Arti kata bullying memang belum ada dalam terminologi Bahasa Indonesia. Definisinya adalah segala tindakan yang berdampak pada korban berupa rasa terintimidasi, takut, dan tertekan karena dilakukan oleh pelaku menggunakan kekuasaan secara berulang kali.

Bullying bisa dilakukan secara verbal (mengatai, menjuluki, menghina, mencela, memfitnah, memaki, atau mengancam, fisik (menendang, mencubit, menghukum dengan lari keliling lapangan, dll), dan mental (menjauhi, meneror, mengintimidasi, diskriminasi, mengabaikan, memelototi, dll). Dalam kaitannya dengan bullying di sekolah, ini bisa dilakukan oleh individu ke individu, kelompok ke individu atau kelompok ke kelompok. Tak jarang pula terjadi dari guru ke siswa. Tujuannya adalah si pelaku ingin menunjukkan power kepada yang lain.

“Misalnya, seperti kasus Fadhil, para seniornya ingin menunjukkan power-nya pada junior dengan cara menggencet dan uji fisik. Bisa jadi dalam pandangan si senior, adik kelasnya ini cupu (culun punya), pendiam, banyak tingkah, atau mengabaikan kehendak senior. Dan pada akhirnya karena kebablasan, terjadilah penganiayaan yang sudah masuk kategori kriminal,” beber Diena.
Mengapa bullying bisa terjadi? Banyak faktor pemicu. Bisa jadi, sambung Diena, karena faktor orangtua di rumah yang tipe suka memaki, membandingkan atau melakukan kekerasan fisik. Anak pun menganggap benar bahasa kekerasan.

“Output-nya, si anak bisa menjadi individu yang merasa rendah diri ataupun pemarah. Di sekolah dia bisa menjadi pembuli (pelaku bullying) atau dibuli (korban bullying). Batas antara pasif dan agresif, kan, demikian tipis. Contohnya, kasus Cho Seung Hui, mahasiswa yang melakukan penembakan sekitar 32 orang di kampus Virginia Tech, Amerika Serikat, 16 April 2007. Ternyata di rumah orangtuanya selalu membandingkan dia dengan kakaknya, lalu di kampus dia diolok-olok terus karena dianggap aneh. Dalam kondisi marah dan tertekan, muncullah sifat agresif negatif dalam dirinya,” papar Diena.

Selain faktor orangtua, teman-teman juga bisa menjadi pemicu. Supaya dianggap cool, anak-anak ikut-ikutan menjadi pembuli. Bisa juga, faktor anak-anak yang sangat dimanja di rumah, sehingga semua orang harus tunduk pada dia. Atau, sambungnya, faktor media yang banyak menayangkan tontonan kekerasan.

“Guru juga bisa menjadi pembuli. Misalnya, dengan memberikan hukuman atau mengatai. Belum lama ada kasus anak bunuh diri karena malu tak bisa menggunakan seragam yang disuruh gurunya. Atau tradisi ospek yang belum ditetapkan jelas oleh sekolah aturan mainnya. Misalnya, siswa diminta mengumpulkan tanda tangan seniornya dan para senior boleh melakukan apa saja. Nah, itu semua memperlihatkan betapa parahnya akibat bullying itu,” sambungnya.

Dalam kasus Fadhil, walaupun sudah ditangani secara hukum, Diena berharap dilakukan pendampingan bagi para pelaku (konsultan atau orangtua). Jika memang mereka sampai ditahan, jangan sampai mereka langsung kontak dengan kriminal-kriminal yang bisa tambah memicu keagresifannya. “Untuk Fadhil sendiri, pastinya sangat depresi dan traumatik. Hal ini dikhawatirkan mempengaruhi perilaku saat dewasa nanti. Maka itu, perlu juga pendampingan sampai kepercayaan dirinya tumbuh kembali.”